BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
diciptakan oleh Allah SWT ke muka bumi ini, sebagai khalifah (pemimpin)
dimuka bumi ini, oleh sebab itu maka manusia tidak terlepas dari perannya
sebagai pemimpin, kepemimpinan merupakan peran sentral dalam setiap upaya
pembinaan. Peran kepemimpinan begitu menentukan dalam mencari sebab-sebab
jatuh bangunnya suatu lembaga.
Dewasa
ini kita tengah memasuki Era Globalisasi yang bercirikan suatu
interdependensi, yaitu suatu era saling ketergantungan yang ditandai dengan
semakin canggihnya sarana komunikasi dan interaksi. Setiap bangsa, nampaknya
dipersyaratkan untuk memiliki kualitas dan kondisi kepemimpinan yang mampu
menciptakan suatu kebersamaan dan kolektivitas yang lebih dinamik agar
memiliki kemampuan bertahan dalam situasi yang semakin sarat dengan bentuk
persaingan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian
Menurut Robbins, seperti yang dikutip oleh
Sudarwan Danim dan Suparno, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok
ke arah pencapaian tujuan. Owens mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu
interaksi antara satu pihak sebagai yang memimpin dengan pihak yang dipimpin.
Sedangkan James Lipham, seperti yang dikutoip oleh M. Ngalim Purwanto,
mendefinisikan kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur
baru untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi atau untuk mengubah
tujuan-tujuan dan sasaran organisasi. J. salusu mendefinisikan kepemimpinan
sebagai kekuatan dalam mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai
tujuan umum. E. Mulyasa mendefinisikan kepemimpinan sebagai kegiatan untuk
mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Dari definisi kepemimpian di atas dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan memengaruhi orang lain
agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuannya yang telah
ditetapkan.[1]
Kata “Pendidikan” menunjukkan arti yang
dapat dilihat dari dua segi yaitu: pendidikan sebagai usaha atau proses
mendidik dan mengajar seperti yang dikenal sehari-hari. Pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan yang membahas berbagai masalah tentang hakekat dan kegiatan mendidik
dan mengajar dari zaman ke zaman dan mengajar dengan segala cabang-cabangnya
yang telah berkembang begitu luas dan mendalam.[2]
Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin
pada suatu lembaga satuan pendidikan. Tanpa kehadiran kepemimpinan pendidikan, proses
pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan berjalan efektif. Kepemimpinan
pendidikan adalah pemimpin yang proses keberadaannya dapat dipilih secara
langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah.[3]
Jadi, kepemimpinan pendidikan Islam
merupakan proses memengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisasi
dalam usaha-usaha menentukan tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapainya.
B.
Teori Kepemimpinan
1.
Teori
Sifat
Teori sifat ini
berpendapat bahwa seorang pemimpin itu dikenal melalui sifat-sifat pribadinya. Seorang
pemimpin pada umumnya akan ditentukan oleh sifat-sifat jasmaniah dan
rohaniahnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui kaitan antara
keberhasilan seorang pemimpin dengan sifat-sifatnya. Pendekatan yang paling
umum terhadap studi kepemimpinan terpusat pada sifat-sifat kepemimpinannya.
2.
Teori
Perilaku
Teori ini menekankan
kepada analisis perilaku pemimpin, mengidentifikasi elemen-elemen kepemimpinan
yang dapat dikaji, dipelajari, dan dilaksanakan. Pada umumnya kepemimpinan
tersebut mencapai tujuan organisasi.
3.
Teori
Tiga Dimensi
Teori ini dikemukakan
oleh WJ. Reddin. Ia mengemukakan bahwa perilaku kepemimpinan itu memilki tiga
pola dasar yaitu berorientasi kepada tugas, berorientasi kepada hubungan kerja,
berorientasi kepada hasil atau efektivitas. Berdasarkan kepada tiga pola
tersebut menghasilkan lima gaya kepemimpinan yaitu borokrat, kompromi,
minoritas, otokrat, develover, dan eksekutif.
4.
Teori
Kepemimpinan situasioanl (Paul Hersey dan Kenneth Blanchard)
Teori ini berpendapat
bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah kepemimpinan yang
disesuaikan dengan tingkat. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung mengikuti
situasi, artinya seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya ditentukan
oleh situasi tertentu. Yang dimaksud dengan situasi adalah lingkungan
kepemimpinan termasuk di dalamnya pengaruh nilai-nilai hidup nilai-nilai budaya
situasi kerja dan tingkat kematangan bawahan. Dengan memerhatikan tingkat
kematangan bawahan, si pemimpin dapat menentukan gaya kepemimpinan sesuai
dengan situasi yang dibuhkan.[4]
C.
Gaya-Gaya Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan pendidikan lebih terlihat pada pola-pola yang dikembangkan dalam
berbagai kebijakan yang ditempuhnya dalam menjalankan kepemimpinan. Berbagai bentuk
gaya kepemimpinan tersebut terimplementasi dalam melakukan semua kebijakan
pendidikan, yang meliputi pengadaan pembinaan terhadap semua personel
pendidikan, pelaksanaan program-program pendidikan, serta berbagai bentuk
realisasi program itu sendiri.
Kepala
sekolah sebagai seorang pemimpin dalam sebuah institusi pendidikan akan sangat
terlihat gaya kepemimpinan yang dijalankan serta strategi yang ditanamkan dalam
upaya menggerakkan semua warga pendidikan terhadap sosialisasi program
pendidikan maupun relasi guru-siswa yang dikembangkan. Upaya sosialisasi
merupakan usaha untuk dapat menggerakkan semua warga pendidikan dalam menuju
komitmen pendidikan.
Ada
4 gaya kepemimpinan, yaitu:
1.
Gaya
Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan
partisipatif adalah pemimpin pendidikan yang lebih melibatkan partisipasi guru,
siswa, dan staf administrasi dalam setiap pengambilan keputusan, baik aturan
pendidikan maupun putusan-putusan lain. Dengan melibatkan semua unsur
pendidikan dalam setiap pengambilan keputusan, maka putusan yang diambil akan
melibatkan semua unsur sehingga akan memudahkan semua personel pendidikan untuk
menjalankannya.
2.
Gaya
Kepemimpinan Otokratik
Gaya kepemimpinan
otokratik lebih menitikberatkan pada otoritas pemimpin dengan mengesampingkan
partisipasi dan daya kreatif para pengikut. Gaya kepemimpinan pendidikan yang
otokratik sangat mengesampingkan peran serta kemampuan guru, siswa dan staf
administrasi dalam setiap kebijakan yang ditempuhnya. Tingginya tingkat
otoritas gaya kepemimpinan pendidikan otokratik menjadikan semua elemen
pendidikan didominasi oleh putusan pemimpin pendidikan. Pemimpin pendidikan
yang bergaya otokratik menganggap guru, siswa, dan staf administarsi mempunyai
kinerja yang rendah dan lebih cenderung statis.
3.
Gaya
Kepemimpinan Laissez Faire
Pemimpin pendidikan yang
bergaya Laissez Faire akan memberikan kebebasan yang sangat longgar
terhadap guru, staf administrasi dalam menjalankan tugas serta mereka
dilibatkan dalam beberapa pengambilan keputusan. Kepemimpinan pendidikan yang Laissez
Faire akan sangat permisif terhadap daya kreatifitas yang oleh guru, staf
administrasi, siswa selama masih tetap dalam rangka memajukan pendidikan.[5]
4.
Gaya
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan
transformasional berorientasi kepada proses membangun komitmen menuju sasaran
organisasi dan memeberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai
sasaran-sasaran tersebut.
a)
Kepemimpinan
yang memeberi transformasi
b)
Orientasi
kepemimpinan transaksional
D.
Model Kepemimpinan
Model kepemimpinan
didasarkna pada pendekatan yang mengacu kepada hakikat kepemimpinan yang
berlandaskan kepada perilaku dan keterampilan seseorang yang berbaur kemudian
membentuk gaya kepemimpinan yang berbeda. Beberapa model yang menganut
pendekatan ini di antaranya sebagai
berikut:
1.
Model
Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis)
Pemimpin
memengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dengan cara menonjolkan
sisi otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi lainnya yang disebut
dengan perilaku demokratis.
2.
Model
Kepemimpinan Ohio
Model
ini adalah model yang paling komprehensif dan mirip dengan teori perilaku yang
dihasilkan oleh penelitian yang dimulai di Universitas state Ohio di sekitar
akhir tahun 1940-an. Ada dua kategori yang secara substansial ditujukan untuk
seluruh perilaku kepemimpinan yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi.
3.
Model
Kepemimpinan Likert (Likert Management System)
Likert
merancang empat sistem kepemimpinan yaitu sistem otoriter, otoriter yang
bijaksana, konsultatif, dan partisipatif.
4.
Model
Kepemimpinan Managerial Grid
Model
majajerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton seperyi yang dikutip
oleh E. Mulyasa, memeperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari
perhatiannya terhadap produksi atau tugas dan perhatian orang.
5.
Model
Kontingensi Fiedler
Dalam
teori kontingensi (kemungkinan) ini variabel-variabel yang berhubungan dengan
kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan suatu hal yang sangat menentukan
pada gerak akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori
ini, perhatian Fiedler adalah pada perbedaan gaya motivasional dari pemimpin.
6.
Kepemimpinan
Situasional
Model
ini merupakan teori yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard yang menyatukan
bersama pemikiran teorisi-teorisi utama untuk menjadi teori kepemimpinan
situasional berdasarkan perilaku.
7.
Model
Kepemimpinan Tiga Dimensi
Model
kepemimpinan ini dikembangkan oleh Reddin. Model tiga dimensi ini, pada
dasarnya merupakan pengembangan dari model yang dikembangkan oleh Universitas
Ohio dan model Managerial Grid.
8.
Model
Kepemimpinan Combat
Model
kepemimpinan ini diangkat oleh Cohen, model kepemimpinan combat diangkat dari
strategi pertempuran seringkali digunakan para jenderal dalam peperangan. Dalam
bukunya yang mencoba menjelaskan bagaimana para jenderal berhasil dalam
prtempuran.[6]
E.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efektifitas Pemimpin
dalam Manajemen Pendidikan
Pemimpin ketika
mengaplikasikan gaya atau aktivitas kepemimpinannya sangat tergantung pada pola
organisasi yang melingkupinya. Juga, dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh H. Jodeph Raitz yang dikutip Nanang Fattah sebagai berikut.
1.
Kepribadian
(personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini
mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan memengaruhi pilihan
akan gaya kepemimpinan.
2.
Harapan
dan perilaku atasan.
3.
Karakteristik,,
harapan dan perilaku bawahan memengaruhi gaya kepemimpinan.
4.
Kebutuhan
tugas, setiap tugas bawahan juga akan memengaruhi gaya pemimpin.
5.
Iklim
dan kebijakan organisasi memengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6.
Harapan
dan perilaku rekan.
Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menunjang untuk keberhasilannya suatu
kepemimpinan. Oleh sebab itu, suatu tujuan akan tercapai apabila terjadi
keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan
bawahan, disamping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimilki pemimpin,
seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan, dan keleluasaan dalam
hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusia.[7]
F.
Tugas dan Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
Tugas kepemimpinan
pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Berkaitan
dengan kerja
a.
Mengambil
inisiatif,
b.
Mengatur
langkah dan arah,
c.
Memberikan
informasi,
d.
Memberikan
dukungan,
e.
Memberikan
pemikiran, dan
f.
Mengambil
suatu kesimpulan.
2.
Berkaitan
dengan kekompakan anggota
a.
Mendorong,
bersahabat, bersikap menerima,
b.
Mengungkapkan
perasaan,
c.
Bersikap
mendamaikan,
d.
Berkemampuan
mengubah dan menyesuaikan pendapat,
e.
Memperlancar
pelaksanaan tugas, dan
f.
Memberikan
aturan main.
Fungsi kepemimpinan pendidikan
sebagai edukator (pendidik), manajer, administrator, supervisor (penyelia),
leader (pemimpin), inovator dan motivator (EMASLIM) dapat diringkas menjadi
tiga unsur pokok yaitu:
1.
Pemimpin
pendidikan sebagai manajer mencakup di dalamnya fungsi administrator dan
supervisor (penyelia).
Fungsi pemimpin
pendidikan sebagai manajer menurut Wahjo Sumidjo adalah menduduki fungsi-fungsi manajemen.
Fungsi pemimpin pendidikan sebagai manajer identik dengan keharusan menjalankan
berbagai fungsi yang ada pada manajemen. Manajer sudah pasti melakukan berbagai
aktivitas manajemen, sedangkan aktivitas manajer sering dikategorikan menjadi
fungsi-fnungsi manajemen.
2.
Pemimpin
pendidikan sebagai leader mencakup didalamnya fungsi sebagai inovator dan
motivator.
Fungsi kepemimpinan
pendidikan sebagai leader, lebih mengarah pada pola penyadaran bagi personel
pendidikan. Selain itu, pemimpin pendidikan harus dapat memberikan layanan
fasilitas bagi sarana prasarana pengembangan prestasi akademik maupun non
akademik pendidikan. Sebagai seorang leader, pemimpin pendidikan menjadi faktor
penggerak bagi jalannya program pendidikan. Efektifitas kepemimpinan akan
terjadi apabila terdapat penyadaran yang tinggi bagi personel pendidikan dalam
mencapai semua tujuan yang ditetapkan.Kepengikutan personel pendidikan akan
memperlancar jalannya program pendidikan. Dengan demikian, pemimpinan pendidikan
harus dapat memberikan perilaku yang dapat menumbuhkan inspirasi para pengikut.
3.
Pemimpin
pendidikan sebagai educator
Fungsi kepemimpinan
pendidikan sebagai edukator lebih banyak pada tugas pemimpin pendidikan sebagai
figur yang menjadi panutan para pengikut. Bentuk-bentuk perilaku moral
merupakan nilai-nilai positif yang perlu dikembangkan dalam menciptakan budaya
pendidikan yang lebih baik. Perilaku moral yang telah dicontohkan oleh pemimpin
pendidikan dalam setiap kegiatan dapat meninspirasi para bawahan. Perilaku
moral merupakan hal-hal yang berkaitan erat dengan ajaran tentang nilai baik
buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atau perilaku moral yang
diartikan sebagai akhlak maupun budi pekerti.[8]
G.
Standar Kepala Sekolah/Madrasah
Kualifikasi kepala
sekolah/madrasah terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus.
1.
Kualifikasi
umum kepala sekolah/madrasah
a.
Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-4) kependidikan atau
non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi,
b.
Pada
waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun,
c.
Memilki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah
masing-masing kecuali di Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memilki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3(tiga) tahun di TK/RA, dan
d.
Memilki
perangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi
non-PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang.
2.
Kualifikasi
khusus kepala sekolah/madrasah, meliputi:
a.
Kepala
Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
1)
Berstatus
sebagai guru TK/RA;
2)
Memilki
sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA; dan
3)
Memilki
sertifikat kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah.
b.
Kepala
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:
1)
Berstatus
sebagai guru SD/MI;
2)
Memilki
sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI; dan
3)
Memilki
sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah.
c.
Kepala
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS) adalah sebagai berikut:
1)
Berstatus
sebagai guru SMP/MTS;
2)
Memilki
sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTS; dan
3)
Memilki
sertifikat kepala SMP/MTS yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah.
d.
Kepala
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
1)
Berstatus
sebagai guru SMA/MA;
2)
Memilki
sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA; dan
3)
Memilki
sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah.
e.
Kepala
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai
berikut:
1)
Berstatus
sebagai guru SMK/MAK;
2)
Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK; dan
3)
Memiliki
sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah.
f.
Kepala
Sekolah Dasar Luar Biasa/sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
1)
Berstatus
sebagai guru pada satuan pendidikan SDLB/SMPLB/SMALB;
2)
Memilki
sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB; dan
3)
Memiliki
sertifikat kepala SDLB/SMPLB/SMKLB yang diterbitkan oleh lembaga yang
ditetapkan pemerintah.
g.
Kepala
Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:
1)
Memilki
pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
2)
Memilki
sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan; dan
3)
Memilki
sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
pemerintah.
3.
Kompetensi[9]
No.
|
Dimensi
Kompetensi
|
Kompetensi
|
1.
|
Kepribadian
|
1.
Berakhlak
mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan
akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah
2.
Memilik
integritas kepribadian sebagai pemimpin.
3.
Memilki
keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
4.
Bersikap
terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
5.
Mengendalikan
diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala
sekolah/madrasah.
6.
Memiliki
bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin penbdidikan.
|
2.
|
Manajerial
|
1.
Menyusun
perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkat perencanaan.
2.
Mengembangkan
organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
3.
Memimpin
sekolah/madrasah dalam rangka pendayahgunaan sumber daya sekolah/madrasah
secara optimal.
4.
Mengelola
perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang
efektif.
5.
Menciptakan
budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi
pembelajaran peserta didik.
6.
Mengelola
guru dan staf dalam rangka pendayahgunaan sumber daya manusia secara optimal.
7.
Mengelola
sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayahgunaan secara
optimal.
8.
Mengelola
hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide,
sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
9.
Mengelola
peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan
pengembangan kapasitas peserta didik.
10.
Mengelola
pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasioanl.
11.
Mengelola
keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang accountable,
transparan, dan efisien.
12.
Mengelola
ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan
sekolah/madrasah.
13.
Mengelola
unit layanan khusus sekolah/madrasaha dalam mendukung kegiatan pembelajaran
dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
14.
Mengelola
sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan
pengambilan keputusan.
15.
Memanfaatkan
kemajuan teknologi informasdi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen
sekolah/madrasah.
16.
Melakukan
monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan
sekolah/madrasah dengan prosedur yang cepat serta merencanakan tindak
lanjutnya.
|
3.
|
Kewirausahaan
|
1.
Menciptakan
inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
2.
Bekerja
keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi
pembelajar yang efektif.
3.
Memilki
motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakn tugas pokok dan fungsinya
sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
4.
Pantang
menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah/madrasah.
5.
Memilki
naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah
sebagai sumber belajar peserta didik.
|
4.
|
Supervisi
|
1.
Merencanakan
program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2.
Melaksanakan
supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik
supervisi yang tepat.
3.
Menindaklanjuti
hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru.
|
5.
|
1.
Bekerjasama
dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
2.
Berpartisipasi
dalam kegiatan social kemasyarakatn.
3.
Memilki
kepekaan social terhadap orang atau kelompok lain.
|
H.
Kepemimpinan Pendidikan Islam
Istilah kepemimpinan dalam Islam ada
beberapa bentuk, yaitu khilafah, imamah, imarah, wilayah, sultan, mulk dan
ri’asah. Setiap istilah ini mengandung arti kepemimpinan secara umum. Namun
istilah yang sering digunakan dalam konteks kepemimpinan pemerintahan dan
kenegaraan, yaitu Khilafah, imamah dan imarah.[10]
Kata khilafah berasal dari kata khalafa-yakhlifu-khalfun yang
berarti al-‘aud atau al-balad yakni mengganti, yang pada mulanya
berarti belakang. Adapun pelakunya yaitu orang yang mengganti disebut khalifah
dengan bentuk jamak khulafa’ yang berarti wakil, pengganti dan penguasa.[11]
Kata
khalifah sering diartikan sebagai pengganti, karena orang yang menggantikan
datang sesudah orang yang digantikan dan ia menempati tempat dan kedudukan
orang tersebut. Khalifah juga bisa berarti seseorang yang diberi wewenang untuk
bertindak dan berbuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan orang memberi wewenang. Arti
menggantikan yang lain yang dikandung kata khalifah berarti melaksanakan
sesuatu atas nama yang digantikan, baik orang yang digantikannya itu bersamanya
atau tidak. Istilah ini di satu pihak,
dipahami sebagai kepala negara dalam pemerintahan dan kerajaan Islam di masa
lalu, yang dalam konteks kerajaan pengertiannya sama dengan kata sultan. Di lain pihak, cukup dikenal pula
pengertiannya sebagai wakil Tuhan di muka bumi yang mempunyai dua pengertian.
Pertama, wakil Tuhan yang diwujudkan dalam jabatan sultan atau kepala negara.
Kedua, fungsi manusia itu sendiri di muka bumi, sebagai ciptaan Tuhan yang
paling sempurna.
Menurut
M. Dawam Rahardjo, istilah khalifah dalam al-Qur’an mempunyai tiga makna. Pertama,
Adam yang merupakan simbol manusia sehingga kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa manusia berfungsi sebagai khalifah dalam kehidupan. Kedua, khalifah berarti pula generasi
penerus atau generasi pengganti; fungsi khalifah diemban secara kolektif oleh
suatu generasi. Ketiga, khalifah adalah kepala negara atau pemerintahan.[12]
Setiap manusia
adalah pemimpin, minimal pemimpin dirinya sendiri. Dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw, sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ
رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ
وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Abdullah Umar r.a. mengatakan bahwa Rasulullah
Saw bersabda, “Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap
kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab
terhadap mereka.
Istri adalah pemimpin bagi kehidupan rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Hamba sahaya adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan dia bertanggung jawab
terhadap
kepemimpinannya”.
Dari hadits di atas, kepemimpinan
pendidikan Islam tidak akan pernah lepas dari sisi tanggung jawab. Tanggung
jawab yang dimaksud adalah tidak menggunakan kekuasaan yang telah diberikan
untuk kepentingan dirinya sendiri atau komunitas. Artinya, kekuasaan tersebut
digunakan untuk mengatur orang dengan cara baik dan sesuai dengan nilai
normatif Islam, yaitu Al-Quran dan Hadits.
Allah juga
berfirman dalam al-Qur’an dalam surah Ali ‘Imran ayat 159, yang berbunyi:
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.[13]
Ada beberapa ciri kepemimpinan efektif yang bisa
disebutkan dalam ayat tersebut, seperti diungkapkan oleh Ahmad Djalaluddin
bahwa sifat-sifat tersebut antara lain adalah lemah lembut, menghindari ucapan
keras dan kasar, menghindari kekerasan hati (ghildhatu al-qalbi), pemaaf
(al-‘afwu), memohon ampunan, syura, tekad kuat (‘azimah) dan
tidak ragu, serta tawakkal kepada Allah.
BAB III
HASIL PENELITIAN
Dari
paparan teoritis di atas, penulis melakukan penelitian singkat guna
mengembangkan pemahaman penulis mengenai bagaimana tradisi kepemimpinan
pendidikan islam yang sedang berjalan dan bagaimana penerapan teori yang ada
dengan kondisi di lapangan, untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai
berikut:
A. Profil Singkat Madrasah Diniyyah
Shiratut Thalibin
Madrasah
ini bernama Madrasah Diniyyah Shiratut Thalibin, terletak di jalan Alalak Utara
RT. 26 Banjarmasin Utara Banjarmasin. Madrasah ini dipimpin oleh guru Bahrudin
dan berada di bawah naungan yayasan Shiratut Thalibin. Madrasah ini berlangsung
setiap hari Senin hingga Jumat pada pukul 14.00 hingga pukul 16.00 waktu
setempat.
Madrasah
ini didirikan oleh masyarakat Alalak Utara dan sekitaranya secara bergotong
royong yang diketuai oleh H. M. Thaha (alm) pada tahun 1989 M. Di atas sebidang
tanah bersertifikat. Pada mulanya madrasah ini murni berada di bawah
pengelolaan dan kontrol yayasan, namun kemudian pada tahun 2009 didaftarkan ke
Kementrian agama Kota Banjarmasin.
Madrasah
ini memilki visi “Membentuk santri berakhlak mulia dan menguasai ilmu keagamaan
sejak dini” dengan misi “Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif
dalam ilmu agama dan menumbuhkan semangat dalam aktifitas keagamaan”.
B. Kesiswaan
Keadaan siswa tahun pelajaran 2014/2015 adalah sebagai
berikut:
No.
|
KELAS
|
JUMLAH SISWA
|
1.
|
I
|
4
|
2.
|
II
|
16
|
3.
|
III
|
20
|
4.
|
IV
|
10
|
5.
|
V
|
12
|
JUMLAH
|
62
|
Pengelolaan
siswa dengan jumlah 62 orang tersebut cukup memprihatinkan. Jika dilihat dari
jumlah kelas yaitu 5 kelas dan jumlah guru 3 orang, maka tidak mencukupi untuk
tenaga pengajarnya. Maka dari itu, dilakukan inisiatif oleh kepala sekola
beserta guru, pada saat pembelajaran berlangsung, kelas 1 dan kelas 2 digabung
namun tetap dengan status berbeda, karena untuk pembelajaran kelas 1 dan kelas
2 menurut kepala sekolah masih sama sehingga dapat di gabung. Untuk kelas 3 dan
4 pun digabung, karena dianggap masih berdekatan. Kondisi ini sangat
memprihatikan karena keterbatasan tenaga pendidik disana.
C. Kurikulum yang Digunakan
Berdasarkan
Undang-Undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah no. 73 Tahun 1991 pada pasal
1 ayat 1 disebutkan “Penyelenggaraan pendidikan diluar sekolah boleh
dilembagakan dan boleh tidak dilembagakan”. Dengan jenis “Pendidikan Umum”
(Pasal 3 ayat 1), sedangkan kurikulum dapat tertulis (Pasal 12 ayat 2). Bahwa
Madrasah Diniyyah bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional yang
diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat
masyarakat tentang pendidikan agama.Menteri Agama d/h Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Islam menetapkan kurikulum Madrasah Diniyyah dalam rangka
membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan
terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memilki keleluasaan untuk
mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan sesuai dengan kebutuhan dan
lingkungan madrasah.
Kurikulum
madrasah Diniyyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena
itu pengembangannnya dapat dilakukan oleh Kementrian Agama Pusat/Wilayah dan
Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan
pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan tersebut adalah tidak
menyalahi atura perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara umum,
peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang
berkaitan dengan penyelenggaraan Madrasah Diniyyah.
Kurikulum
di Madrasah Diniyyah Shiratut Thalibin ini mengacu pada kurikulum Pondok
Pesantren Darussalam Martapura. Karena latar belakang kepala sekolah dan para
guru adalah alumni Pondok tersebut maka kurikulum yang digunakan adalah mengacu
kepada kurikulum pesantren para pengajar dulunya bersekolah.
D. Bidang Personalia
Madrasah
Diniyyah Shiratut Thalibin dipimpin oleh seorang kepala sekolah, dan 3 orang
guru, dan kepala sekolahnya pun juga menjabat sebagai guru. Adapun kondisi
kepala dan tenagan pengajar di madrasah ini adalah lulusan pesantren di
Kalimantan Selatan.
E. Rekruitmen Kepala Sekolah
Cara
perekrutan kepala sekolah di madrasah Diniyyah Shiratut Thalibin ini tidak
terlalu berbelit-beli, hanya dengan cara rapat dewan guru, kemudian menentukan
kepala sekolah yang dianggap sudah cukup lama mengabdi di madrasah tersebut dan
dari segi usia lebih tua dari guru/staf lain.
F. Usaha Kepala Madrasah dalam
Mengembangkan SDM
Pengembangan
SDM di madrasah ini seadanya, dapat dikatakan tidak ada upaya pengembangan SDM.
Ini karena keterbatasan dana yang dihadapi madrasah ini, dan faktor keberadaan
dan pengalaman kepala madrasah yang tradisional.
G. Masa Jabatan dan Sistem
Pemberhentian
Kepala
sekolah di Madrasah Diniyyah Shiratut Thalibin ini telah mengalami pergantian
kepemimpinan sebanyak 3 kali. Masa jabatan kepala sekolah di madrasah ini tidak
ditentukan dalam berapa tahun masa jabatan. Mereka yang mau dan mampu
melaksanakan tugas, dan mengajar di sini selama madrasah ini berlangsung, maka
dapat bertugas di Madrasah Diniyyah Shiratut Thalibin ini.
H. Kesimpulan
Jika
dilihat dari segi sikap kepemimpinana dalam mengambil keputusan, menerapkan
kebijakan, dan sebagainya, maka dapat penulis simpulkan bahwa madrasah Diniyyah
Shiratut thalibin ini memilki tipe yang demokratis. Yaitu dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
·
Gaya kepemimpinan tidak mutlak
·
Pimpinan melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan dan
tidak semua keputusan bergantung pada pimpinan semata.
·
Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
·
Kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
·
Komunikasi berlangsung timbal balik
·
Pengawasan dilakukan secara wajar (tidak dilakukan over atau
overprotectif)
·
Prakarsa datang dari pimpinan atau bawahan
·
Banyak kesempatan dari bawahan untuk mengeluarkan pendapat
·
Tugas diberikan bersifat permintaan
·
Pujian dan kritik seimbang
·
Memperhatiakn perasaan bawahan
·
Suasana saling percaya, menghormati, dan menghargai
·
Tanggung jawab dipikul bersama
Tradisi
pengangkatan kepemimpinan di madrasah ini pun masih sama sejak dulu. Yaitu
dengan cara turun temurun atau dengan menentukan siapa yang dianggap paling
lama mengabdi dan dari segi usia pun lebih tua karena dianggap paling
berpengalaman.
BAB IV
PENUTUP
Kepemimpinan
dalam pendidikan sangatlah penting. Salah satu komponen penting di dalamnya
adalah adanya seorang pemimpin. Kepemimpinan dibutuhkan sebagai bekal pemimpin
agar dapat berkontribusi dalam progress dan keberhasilan lembaga yang
dipimpinnya. Maka dari itu, seorang pemimpin mutlak memiliki sejumlah komponen
yang kiranya menunjang visi misinya.
Kepemimpinan pendidikan Islam
yang efektif merupakan pemimpin yang mampu memengaruhi orang lain untuk mau
bekerjasama melaksanakan tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan
yang diinginkan pemimpin dan atau kelompok terutama tercapainya tujuan
pendidikan Islam.
0 komentar:
Posting Komentar